Mengenang Perjalanan ‘Unik’ Ke Kawah Ijen

Cerita Perjalanan #2 : Lagi-lagi jangan percaya kata orang, cari tahu sendiri saja.

Hilmi Ananta
7 min readJul 17, 2024

Menulis cerita ini saya perlu mengingat dengan keras tiap kejadiannya. Sebab kisah perjalanan ini mungkin sudah berumur delapan tahun lebih sedikit.

Pada saat itu, saya baru saja lulus dari kewajiban sekolah 12 tahun dan sedang libur untuk menunggu jadwal masuk kuliah. Seorang kawan yang umurnya jauh sekali lebih tua tiba-tiba menghubungi saya untuk healing dan motret ke Kawah Gunung Ijen Banyuwangi. Beliau ini adalah seorang Polisi dan juga seorang fotografer yang saya kenal dari komunitas fotografi. Panggil saja Pak P. Beliau orang yang jenaka dan menyenangkan, di komunitas foto kami beliau sekarang menjabat sebagai ketua. Meskipun umur kami berbeda jauh sekali, tapi kami cukup akrab karena memiliki hobi yang sama dan komunikasi kita cukup lancar.

Rencananya kami akan berangkat bersama dua orang kawan beliau lainnya menggunakan mobil. Sebagai orang yang lebih muda dan kurang pengalaman perjalanan jauh seperti ini, saya bertanya perihal perjalanan yang akan kami lalui nantinya. Menurut Pak P, pendakian ke Kawah Ijen nantinya akan sangat mudah, “gampang Hil, seperti naik Gunung Bromo kok,” begitu tuturnya. Dan karena perkataan Pak P itu, sebagian kejadian unik terjadi selama perjalanan.

‘Unik’ 1 : Perubahan Rencana Dihari H Perjalanan

10 Mei 2016 kami mengatur janji untuk bertemu di rumah Pak P jam 2 siang. Saya berangkat satu jam lebih awal dari rumah karena rumah beliau cukup jauh dan saya tidak mau telat. Dibenak saya, ini bakal jadi perjalanan seru, jadi saya tidak mau sampai telat dan mengecewakan teman lainnya.

Sesampainya di rumah Pak P ternyata masih sepi, tidak ada dua kawan Pak P yang katanya akan turut serta dalam trip ini. Setelah dibukakan pintu dan masuk ke rumah beliau, saya baru diberi kabar kalau dua teman lainnya tidak jadi ikut trip. Beliau menawari saya apakah tetap jadi berangkat walau hanya berdua dengan beliau saja.

Saya sedikit menimbang. Apalagi kata beliau kalau tetap jadi berangkat, kami bakal naik motor saja, tidak jadi naik mobil. Bukan saya sok tidak suka naik motor, tapi saya belum pernah trip menggunakan motor sejauh itu. Perjalanan paling jauh saya hanya sebatas Surabaya-Mojokerto saja pada saat itu.

Karena sudah kepalang tanggung sudah izin orang tua, saya memutuskan untuk tetap berangkat. Toh Pak P ini Polisi, pasti perjalanan akan aman-aman saja. Akhirnya kami memutuskan memulai perjalanan pukul setengah lima sore dari rumah beliau.

‘Unik 2’ : Perjalanan Menuju Situbondo

Perjalanan kami rencanakan menuju Situbondo terlebih dahulu. Ternyata teman semasa pendidikan Pak P dulu mau ikut dan mengantar kami ke Kawah Ijen. Lagi-lagi saya baru dikabari ketika sudah memulai perjalanan.

Kalau dari peta digital, perjalanan akan kami tempuh kurang lebih empat jam berkendara. Saya lupa detail yang kami alami pada saat itu, tapi yang saya ingat dan menjadi hal ‘unik’ selanjutnya terjadi ketika kami memutuskan istirahat di tengah perjalanan.

Sekitar jam delapan malam kami istirahat di warung pinggir jalan. Kami memesan kopi dan mi goreng untuk mengganjal perut. Sambil istirahat, kami berbincang ngalor-ngidul membahas tentang rencana motret di Kawah Ijen nanti akan seperti apa. Saya menurut saja, toh saya memang diajak Pak P untuk menemani beliau yang ingin sekali mengabadikan lanskap Kawah Ijen.

Keasaikan berbincang, kami baru sadar kalau sudah hampir satu jam beristirahat. Lalu datang ibu penjaga warung bertanya di tengah perbincangan kami, “kape nandi toh le kok gowoane akeh pol.” Mendengar ibu penjaga warung yang tiba-tiba bertanya, Pak P menjawab “Badhe teng Situbondo bu, mengke lanjut bidhal ning Kawah Ijen.” Lalu Pak P meneruskan dengan balik bertanya ke ibu penjaga warung yang sedang asik menggoreng mendoan “Niki lak wis cidhak toh bu sangking Situbondo?” Dan jawaban ibu warung membuat kami merasa kaget sekaligus bodoh “Loalah, ya sik adoh le. Sampean iki ae durung ngelewarti Paiton, ya sek sejam maneh tutuk.” Walah, ternyata kami baru sadar kalau masih berada di area Probolinggo dan masih satu jam lagi untuk sampai Situbondo.

Menyadari kebodohan, kami segera berkemas dan tancap gas lagi untuk segera sampai Situbondo. Istirahat yang direncanakan akan menjadi istirahat panjang karena kami merasa sudah dekat dengan tujuan, malah menjadi rencana bodoh karena kelelahan dan lupa lihat peta.

‘Unik 3’ : Salah Tujuan

Setelah satu jam perjalanan, kami sampai lah di Situbondo. Kami langsung menuju ke Polsek tempat teman Pak P bertugas (saya lupa nama polseknya). Kami berhenti di depan Polsek dan beristirahat di taman seberangnya. Kami foto-foto dan memamerkan perjalanan di grup Whatsapp komunitas fotografi kami. Sekitar lima belas menit bersantai di taman seberang Polsek, Pak P baru menghubungi dan mengabari kawannya kalau kami sudah di depan Polsek.

Sial, ternyata lagi-lagi kami melakukan kebodohan. Ternyata Polsek yang kami kira adalah kantor teman Pak P ternyata salah. Polseknya masih setengah jam lagi dari sini. Hadeh, belum sampai Kawah Ijen sudah tiga kali kejadian unik nan bodoh kami lalui.

‘Unik’ 4 : Tertipu Oleh Pak P dan Pak P Tertipu Oleh Temannya

Masih ingat perkataan Pak P “gampang Hil, seperti naik Gunung Bromo kok”? Difikiran saya, kami akan berjalan melewati anak tangga yang tidak terlalu jauh seperti di Gunung Bromo. Nyatanya tidak ada gampang-gampangnya sama sekali. Perjalanan benar-benar seperti naik gunung dengan trek miring dan panjang. Saya belum sempat latihan fisik sebelumnya karena berpatokan dengan perkataan Pak P. Kalau kalian sudah pernah kesana, mungkin perjalanan kalian hanya membutuhkan waktu 1–2 jam perjalanan. Kalau kami 4 jam!

Puncak Gunung Ijen, Foto : HILMI ANANTA

Sepanjang perjalanan saya banyak mengeluh. Selain karena tidak siap dengan medannya, saya juga kelelahan karena perjalanan panjang dengan banyak kejadian ‘unik’ sebelumnya.

Tapi ada hal yang tidak kalah unik lainnya. Ternyata saya baru tahu kalau Pak P juga tidak siap dengan jalur pendakian dan juga sama kelelahannya seperti saya. Beliau baru mengaku kalau ternyata ia juga ditipu oleh temannya ketika mencari tahu bagaimana jalur pendakian Gunung Ijen ini. Ternyata beliau juga belum pernah ke sini.

Tapi kali ini ada sedikit beruntungnya. Milky Way terlihat jelas di atas kami. Karena kami memang ingin memotret lanskap Gunung Ijen dan sedang membawa perlengkapan foto yang cukup lengkap, kami memutuskan untuk berlama-lama memotret Milky Way yang indah di atas sana. Hal ini juga yang bikin perjalanan kami molor lebih panjang. Tidak apa-apa lah, waktu jadi lebih lama tapi dapat Milk Way yang cantik bisa jadi alasan logis kok.

Milky Way di pertengahan jalan Gunung Ijen, Foto : HILMI ANANTA

‘Unik’ 5 : Perjalanan pulang yang sial

Singkat cerita, kami akhirnya harus pulang setelah menikmati indahnya kawah Gunung Ijen selama kurang lebih 3 jam. Di puncak sana, kami sempatkan foto-foto lanskap kawah yang berwarna hijau dengan asap belerang yang mengepul indah menghiasinya. Sekitar pukul 11 kami akhirnya sudah berada di parkiran motor dan langsung tancap gas pulang ke Surabaya. Kami tidak bisa istirahat terlalu lama. Kami diburu waktu karena Pak P harus segera pulang untuk istirahat karena besok akan ada apel yang biasa dilaksanakan disenin pagi.

Setelah perjalanan 5 jam, akhirnya kami sampai di Bangil pukul 4 sore. Disana kami mampir ke SPBU untuk mengisi bensin dan istirahat sejenak merebahkan badan kami yang sudah mulai remuk. Perjalanan pulang selalu lebih melelahkan, ditambah lagi kami semalaman belum sempat tidur sama sekali. Rencana awal kami hanya ingin sedikit meregangkan badan saja, tapi ternyata badan yang lelah ini membuat mata cepat sekali terpejam dan membuat kami jatuh ke alam mimpi.

Sedang enak-enaknya tidur, tiba-tiba Pak P membangunkan saya dengan tergesa-gesa. Beliau menggoyang-goyangkan badan saya karena saya sudah tidur pulas di sebelahnya. Ternyata tas selempang Pak P dicuri orang ketika beliau tidur. Sial. Beliau sempat melihat pelaku yang pergi menggunakan motor dan mengajak saya untuk mengejarnya. Tapi karena kami yang baru bangun dan barang bawaan kami yang lumayan banyak, kami tidak sempat mengejar pelaku yang sudah terlanjur jauh.

Pak P terlihat kebingungan saat itu. Pasalnya tas itu berisi dompet, handphone dan beberapa barang elektronik beliau. Kata Pak P, si pelaku sepertinya sudah ada niat mencuri. Si pelaku sempat beberapa kali sengaja berjalan di dekat kami yang sedang tertidur. Mungkin untuk melihat situasi. Ketika situasi sudah dianggap aman, si pelaku langsung mengambil tas Pak P yang diletakkan di samping dan lari pergi.

Saya mencoba menenangkan Pak P. Kami cukup kaget karena kejadian ini terasa cukup cepat. Kalau kata orang jawa, masih untung yang dicuri tas selempang yang kecil. Kalau yang dicuri tas kamera beliau, saya tidak bisa membayangkan bagaimana sedihnya Pak P. Tapi ditengah situasi itu, saya sempat terbersit, bagaimana perasaan si pencuri ketika melihat isi dompet korbannya? Di dalam dompet Pak P pasti banyak sekali kartu atau surat-surat yang menunjukkan korban pencuriannya adalah seorang Polisi. Apa tidak panik ya?

Karena sudah tidak mengantuk karena kejadian yang cukup mengagetkan itu, kami memutuskan untuk lanjut perjalanan pulang ke Surabaya. Kami sampai Surabaya saat matahari sudah hampir jatuh dan suara adzan maghrib melantun. Saya masih coba untuk menenangkan Pak P dengan menawarinya bantuan melacak posisi handphone beliau. Ketika saya coba lacak, posisi handphone Pak P sudah jauh dari lokasi kejadian. Akhirnya saya pulang ketika Pak P pamit akan tidur untuk menangkan dirinya.

--

--