Puncak Sarah Klopo yang “Cocok Untuk Pendaki Pemula”

Cerita Perjalanan #1 : Jangan percaya kata orang, coba sendiri saja Puncak Sarah Klopo.

Hilmi Ananta
7 min readJun 24, 2024

Awal Mei 2024 kemarin lagi banyak sekali yang membicarakan Puncak Sarah Klopo, terutama teman-teman pendaki di daerah jawa timur. Awalnya saya pun tidak begitu tahu Puncak Sarah Klopo ini se-viral dan sebagus apa. Sampai saya dan teman-teman penasaran dan memutuskan ganti destinasi dari Putuk Kentongan ke Puncak Sarah Klopo dimenit akhir sebelum perjalanan.

Saya coba ceritakan.

Di grup whatsapp yang berisi saya, Diky, Hastrio dan Tina (bocil yang banyak omong), kami memang merencakan untuk healing tipis-tipis di sekitaran Mojokerto saja. Ada beberpa opsi tempat pada saat itu, Puncak Sarah Klopo, Bukit Cendono, Puthuk Siwur dan Putuk Kentongan. Dari beberapa opsi tadi, sebenarnya kami ingin mencoba ke Puncak Sarah Klopo, tapi justru jadi opsi terakhir. Kenapa? Karena kami berfikiran Puncak Sarah Klopo ini pasti lagi ramai-ramainya dan takut perjalanan kurang nyaman.

Setelah memikirkan opsi lainnya, sehari sebelum keberangkatan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat ke Putuk Kentongan. Selain kami belum pernah kesana, alasan lainnya adalah Putuk Kentongan kami rasa tempat paling sepi dari opsi lainnya.

Hari Minggu 19 Mei 2024 kami sepakat kumpul di rumah Hastrio. Saya sudah sampai di rumah Hastrio jam 07.00 WIB berboncengan dengan Tina, disusul Diky yang datang berboncengan dengan Bekti setengah jam setelahnya. Bekti ini kakak tingkat kami di kampus dan beliau memang sering naik gunung.

Di rumah Hastrio kami duduk dulu sekitar 20 menit sambil memantapkan diri untuk berangkat ke Putuk Kentongan. Tapi ketika sudah akan berangkat, entah bagaimana ceritanya (karena saya banyak main HP dan tidak ikut ngobrol) kami pindah ke Puncak Sarah Klopo. Kalau saya sih bebas saja, yang penting berangkat.

Kami berangkat dari Rumah Hastrio sekitar pukul 09.00WIB dan perjalanan ke basecamp Puncak Sarah Klopo via Kedungudi hanya perlu 45 menit saja, cukup dekat. Sebelum sampai tujuan, kami mampir dulu ke supermarket yang ada di sekitaran Mojosari, Mojokerto untuk membeli beberapa perbekalan. Tidak banyak, hanya beberapa camilan, mi goreng dan 4 botol air mineral 1,5 liter. Kami tidak bawa terlalu banyak perbekalan karena kami hanya akan mendaki siang ini dan turun disore harinya.

Tepat pukul 10.00WIB kami sampai di parkiran basecamp. Setelah parkir, daftar tiket melalui online dan bersiap, kami langsung berjalan menuju jalur pendakian. Estimasi dari petugas basecamp dan beberapa teman-teman pendaki lain yang kami tanyai, perjalanan bakal memakan waktu sekitar 3–4 jam. Mendengar itu kami heran “masa si sampai segitu lamanya?” Bukan bermaksud meremehkan, tapi karena kami memang tidak cari tahu dulu gimana trek yang bakal dilalui nanti. Tapi mendengar perkiraan waktu itu juga, kami (terutama saya) sudah mulai berfikiran buruk tentang jalur pendakian ini.

Benar saja. Setalah jalan melewati sungai mati yang berada dekat basecamp, kami langsung bertemu jalan tanah dan batu dengan jalan yang menanjak tanpa henti. Untungnya jalur Pos 1 ke Pos 2 ini masih dipenuhi pohon tinggi yang melindungi kepala dari sengatan matahari. Perjalanan dari basecamp/Pos 1 ke Pos 2 kurang lebih memakan waktu 30 menit, masih cukup normal tapi paha sudah mulai terasa perih.

Di pos 2 ada warung bisa kalian sambangi untuk sekedar jajan atau beli minuman. Tempatnya cukup rimbun sehingga cukup nyaman untuk sekedar istirahat sebentar. Kami tidak berhenti terlalu lama di Pos 2 ini. Setelah 5 menit kami berhenti untuk sekedar minum air, kami lanjut jalan menuju pos 3.

Jalur Pos 1 ke Pos 2. Foto : HILMI ANANTA

Perjalanan selanjutnya ini sudah mulai sedikit menanjak dengan kontur tanah dan batuan besar, rasanya seperti disiksa tapi hanya dibagian paha dan dengkul. Sebenarnya trek dari Pos 2 ke 3 hampir mirip dari Pos 1 ke 2, tapi terasa lebih lelah karena waktu sudah mulai menunjukkan jam 11 siang. Matahari menyengat di kepala, beberapa kali kami berhenti di jalur untuk mengatur nafas dan minum. Memang mendaki gunung tengah hari bolong begini adalah sebuah kesalahan.

Perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam dari pos 2 ke 3. Di pos 3 ini lebih banyak pendaki yang istirahat karena tempatnya yang cukup rimbun dan ada pendopo kecil, bikin makin nyaman untuk istirahat. Kurang lebih kami istirahat sekitar 15 menit sambil mengumpulkan niat kembali untuk menuju pos selanjutnya.

Seingat saya di jalur Puncak Sarah Klopo ini tidak ada pos 4, hanya ada beberapa candi yang bisa jadi tempat istirahat untuk para pendaki (koreksi jika salah ya). Kalau tidak salah ingat dan saya lupa urutannya, beberpa candi yang kami lewati selama di jalur setelah Pos 3 ada Candi Carik, Candi Lurah, Candi Guru dan Candi Siwa. Perjalanan setelah pos 3 ini bisa dibilang yang paling menyiksa. Kaki dipaksa meraih tumpuan lebih tinggi, paha makin disiksa jadinya. Beberapa kali kami terduduk dan menghabiskan bekal air selama di jalur.

Sebagai gambaran saja, coba luruskan posisi kepala kalian dan coba melirik kearah atas yang paling maksimal. Lalu dongakkan kepala kalian sampai mata kalian tidak melirik kearah atas lagi. Segitu tingkat kemiringan di jalur ini. Bahkan kami sempat berucap “Gak usah sampai puncak lah, capek banget” dan kami juga baru sadar perbekalan air yang kami bawa ternyata kurang. Sudah hampir menyerah.

Perjalanan setelah Pos 3 akan bertemu beberapa Candi yang bisa kalian gunakan untuk istirahat. Foto : HILMI ANANTA

Sampai akhirnya kami bertemu pertigaan yang menghubungkan antara jalur Jolotundo dan ke arah puncak. Disana kami menemukan secercah kehidupan. Ada yang jualan air! Yang awalnya kami hampir menyerah (bahkan sudah mau turun), menjadi semangat lagi karena sumber kehidupan ada di depan mata dibungkus botol plastik 1,5 liter. Tidak perlu berfikir lama, kami membeli 3 botol air mineral yang masing-masing dihargai 20 ribu (mahal tapi berharga). Kalau lagi diujung tanduk begini dan bertemu dangan sumber kehidupan, rasa air ini seratus kali lebih nikmat dari biasanya. Setelah adanya air kehidupan ini kami jadi semangat lagi menyongsong Puncak Sarah Klopo (halah).

Penjual air mineral yang menyelamatkan perjalanan kami. Foto : HILMI ANANTA

Setelah minum air dan sedikit cemil jajan yang kami bawa dari bawah, kami melanjutkan perjalanan. Kami diberi trek yang cukup kaki friendly setelah dihajar habis-habisan. Jalur tanah landai bak surga dengan pemandangan disisi kanan yang indah ditengah teriknya hari.

Tapi ternyata menipu. Setelah perjalnan landai sekitar 10 menit, kami bertemu lagi dengan jalur penyiksa paha dan dengkul. Kemiringannya kali ini sedikit lebih kejam dari sebelumnya. Ditambah jalur ini sudah mulai tidak ada pohon, hanya ilalang pendek di kiri kanan jalur. Ohya, dititik ini kami sudah memasuki jam 1 siang. Berarti sudah hampir 2 jam perjalanan setelah pos 3.

Walaupun trek kali ini lebih menyiksa, tapi karena sudah isi bensin, kami masih semangat untuk menjalani jalur penyiksa paha dan dengkul ini. Tidak terbayang rasanya kalau harus lewat jalur ini dan belum sempat minum air dengan lega, jelas kami sudah balik arah. Untungnya jalur penyiksa ini tidak terlalu panjang, hanya sekitar setengah jam sampai akhirnya kami bertemu jalur landai lagi. Nah kalau dilihat dari peta, jalur landai ini menandakan sudah dekat dengan puncak, dan beruntungnya peta ini tidak bohong. Puncak sarah Klopo sudah mulai terlihat jelas di depan mata.

Perjalanan setelah dapat asupan air mineral penambah semangat. Foto : HILMI ANANTA

Singkatnya, kami sampai di area Puncak sarah klopo jam setengah dua siang. Ternyata benar, hampir 4 jam perjalanan kami habiskan. Ya beginilah kalau mendaki tanpa persiapan yang matang, jalur terasa lebih susah dari biasanya (terutama untuk saya). Jangan percaya dengan “Sarah Klopo cocok untuk pemula kok”. Demi Tuhan saya berkata jujur bahwa Puncak Sarah Klopo via Kedungudi tidak cocok untuk pemula. Untungnya saya beberapa bulan terakhir lagi sering-seringnya olahraga, kalau saja tidak? Tidak tahu lagi bakal sesusah apa untuk saya.

Setelah sampai di area puncak kami langsung membentangkan flysheet, tikar dan peralatan masak mi goreng untuk merayakan perjalanan ini. Kami tidak langsung foto-foto di puncak, karena di kejauhan terlihat masih banyak pendaki yang rebutan foto disana. Kami memilih untuk makan dan sedikit tidur terlebih dahulu. Toh puncak tidak akan geser kemana-mana kan?

Bersantai menikmati pemandangan ditemani dengan snack, mi goreng dan kopi setelah menyiksa diri. Foto : HILMI ANANTA

Ya begitulah cerita perjalanan ini. Mungkin sedikit lebay bagi sebagian orang, tapi untuk saya ini perjalanan yang paling melelahkan dari sebelumnya. Setelah ini saya berjanji akan berolahraga lebih rutin agar tidak gampang capai buat nurutin hobi si bocil petakilan ini (Tina).

Terima kasih.

Foto di Puncak Sarah Klopo dengan view Gunung Penanggungan. Foto : HILMI ANANTA

--

--

Hilmi Ananta
Hilmi Ananta

No responses yet